Islam hadir di Indonesia dengan misi Revolusi pemikiran tanpa menanggalkan paham dan adat lama. Kehadiran Islam ini berjalan dinamis dan lentur, dalam artian, Islam datang sesuai dengan kondisi masyarakat dapat dilihat dari bentuk simbolis. Seperti kata shalat menjadi sembahyang. Bentuk arsitektur seperti bangunan Masjid yang menyerupai bangunan Hindu-Budha.
Dalam proses Islamisasi dapat disimpulkan Islam berbeda dari negara aslinya, yang mana menurut Kuntowijoyo, Islam mengalami Indonesiasi. Ketika dosis islamnya lebih besar maka yang terjadi konserfatif sebaliknya ketika dosis rendah mengalami sinkretis. Atau meminjam bahasa C. Geertz: Islam Abangan dan Islam Priyayi yang mana dosis Islam dari keduanya sangatlah rendah, sehingga cara beragamanya bercorak Animistik dan menekankan aspek-aspek Hindu.
Manifestasi dari prilaku beragama masyarakat, dapat dilihat dari praktek beragama seperti pesta-pesta ritual yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk mengusir roh jahat yang dianggap sebagai sumber bencana. Dapat juga dilihat dari sistem yang berkaitan dengan etik, tari-tarian dan berbagai bentuk kesenian, bahasa dan pakaian yang biasanya dipraktekkan oleh golongan Priyayi.
Secara kuantitatif proses islamisasi di Indonesia dapat disimpulkan sudah lama selesai, kususnya di wilayah Jawa. Sebagai bentuk prestasi dari dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo. Ini dapat dilihat dari sensus penduduk dari tahun ke tahun yang membuktikan Islam menjadi mayoritas sampai sekarang.
Namun yang menjadi persoalan kemudian adalah masalah kadar intensifikasi penghayatan Islam sebagai ruh dalam cara hidup beragama masyarakat pada umumnya. Yang terjadi adalah ekspresi keagaamaan yang beragam sesuai dengan tingkat penghayatan dan campuran budaya lokal. Yang menjadi persoalan adalah jika perbedaan ini dijadikan dasar mem'bidah'kan, mengkafirkan. Keberagaman harus diyakini sebagai rahmah tuhan, kalaupun berbeda, bersebarang diselesaikan dengan dialog.
0 komentar:
Posting Komentar